Asal Usul Desa Cungking Banyuwangi - Red-XcodeZ

Wednesday, 19 April 2017

Asal Usul Desa Cungking Banyuwangi

Gambaran Tradisi Panjer


Tradisi panjer kiling tidak bisa dilepaskan dari sejarah Blambangan yaitu orang yang bernama Wongso Karyo. Menurut cerita Blambangan, Wongso Karyo adalah orang Cina yang tidak diketahui nama sebenamya. Menurut Babad Blambangan, Wongso Karyo datang dari Jung. Jung bukan nama tempat akan tetapi nama sebuah kapal Cina yang dibakar oleh kompeni (VOC). Orang-orang yang berada di kapal kemudian turun untuk menyelamatkan diri. Mereka minta perlindungan kepada orang Blambangan. Melihat kondisi yang demikian orang-orang yang melarikan diri tersebut kemudian dilindungi oleh tokoh Blambangan. Orang tersebut dipekerjakan oleh tokoh Blambangan. Wongso Karyo sangat rajin dan suka bekerja keras. Penampilan bagian rambut Wongso Karyo ada kuncung wingking (dikuncung di belakang) sehingga. disebut buyut Cungking.
Wongso Karyo atau buyut Cungking dipekerjakan di sawah yang luas. Orang Cina yang turun dari Jung dan selanjutnya dikenal dengan sebutan Wongso Karyo ini dipekerjakan di sawah seorang diri. Karena berbekal teknologi atau budaya yang sudah maju, maka Wongso Karyo menggunakan orang-orangan yang terbuat dari bambu dan diberi kain berwarna putih sehingga seperti kho ping ho (baju putih). Orang-orangan ini digunakan untuk menakut-nakuti burung di sawah.
Diceritakan dalam babad Blambangan bahwa Wongso Kaiyo bisa melecut (menghilang) di satu tempat dan muncul di tempat lain. Sebenamya bukan Wongso Kaiyo yang bisa melecut (menghilang) akan tetapi Wongso Karyo telah menerapkan teknologi modem untuk menjaga tanaman padi di sawah agar tidak dimakan burung. Jadi orang-orangan yang memakai baju putih dan diletakkan di beberapa tempat oleh Wongso Karyo dikira adalah Wongso Karyo yang bisa berpindah-pindah tempat. Dengan pemasangan orang-orangan di beberapa tempat inilah, burung pipit yang biasanya suka memakan padi menjadi takut dan hasil produksi padi mejadi berlimpah.
Selain membuat orang-orangan, Wongso Kaiyo juga membuat Kailing. Kata Kai-ling berasal dari bahasa Cina yang terdiri dari kata Kai = berputar dan ling = kayu. Jadi kailing berarti kayu yang berputar, selanjutnya dikenal dengan sebutan kiling. Kiling ini dibuat Wongso Karyo dengan tujuan meningkatkan produksi padi. Hal ini disebabkan kiling tersebut bila tertiup angin akan menghasilkan suara yang keras sehingga burung-burung pemakan padi di sawah menjadi takut.
Melihat produksi padi yang berlimpah, Prabu Tawangalun yang berkuasa di Blambangan pada saat itu merasa heran. Prabu Tawangalun kemudian mencari tahu penyebab produksi di Blambangan melimpah. Setelah mengetahui bahwa. produksi padi yang melimpah itu karena orang yang bernama Wongso Karyo, akhimya dipanggillah Wongso Karyo dan selanjutnya dijadikan sebagai agul-agulnya Kerajaan Tawangalun.
Ketika Kerajaan Mataram mengharapkan kehadiran Kerajaan Blambangan untuk dijadikan Kerajaan Pasa, yang diutus atau yang didatangkan adalah Wongso Karyo, Sesampainya Wongso Karyo di Kerajaan Mataram ditantang oleh Kadilangu yaitu tokoh dari Mataram dan selanjutnya diajak adu kekuatan. Jurus yang dipakai oleh Kadilangu (dari Mataram) adalah silat dan Wongso Karyo (dari Blambangan) memakai kungfu. Dalam sejarah yang sudah menjadi legenda disebutkan bahwa Kadilangu kalah oleh Wongso Kaiyo. Setelah memenangkan pertandingan adu kekuatan tersebut, Wongso Kaiyo kembali ke Tawangalun dan kemudian diberi tanah perdikan seluas Desa Cungking sampai ia meninggal dunia dan dimakamkan di Desa Cungking. Sampai sekarang makam itu tetap dipelihara oleh keturunannya. Orang Using merupakan turunan dari buyut Cungking atau Wongso Karyo.


Sumber : Buku Koleksi BTD ~PANJER KILING: TRADISI MASYARAKAT USING BANYUWANGI ~ Ernawati Purwaningsih.

Don't forget to share my article to your friends :)

Give your opinion about this article